Pengikut

Sabtu, 22 Februari 2025

KRISIS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PUNCAK SELAMA 10 TAHUNN BELUM ADA PERHATIAN KHUSUS DARI PEMIMPIN DAERAH


 

KRISIS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PUNCAK PAPUA SELAMA 10 TAHUN DIMINTA BUPATI TERIPILIH PERBAIKI PENDIDIKAN

Arinus Wamang, S.H

Mahasiswa Program Magister hukum di Universitas Malang Jawa Timur, Indonesia

 

Pendidikan adalah jembatan untuk menjemput masa depan, sama hal yang dikutip  Pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Nelson Mandela Presiden Afrika. Dari Perkembangan Sistem Pendidikan di negara Indonesia sering kali menjadi perhatian banyak orang karena sistem Pendidikan Indonesia masih dibilang tertinggal menurut beberapa data statistic Dunia.  Indonesia berada di peringkat 67 dari 203 negara di dunia dalam sistem pendidikan pada tahun 2023. Peringkat ini berdasarkan data yang dirilis oleh Worldtop20.org. Indonesia juga berada di peringkat ke-69 dari 80 negara yang terdaftar dalam penilaian PISA 2022. Penilaian ini dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Sementara itu, dalam kategori Well-Educated Populations, Indonesia berada di peringkat 4 di Asia Tenggara. Peringkat ini berada di bawah Singapura (19), Malaysia (45), dan Filipina (61).

            Oleh sebab itu kita berbicara tentang Pendidikan di tanah Papua sangat tertinggal jauh dari harapan semua orang. Walaupun Pendidikan Papua di atur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus. (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mengatur hak setiap penduduk untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Dalam Ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2001. Tentang Hak setiap penduduk untuk mendapatkan pendidikan bermutu pada semua jenjang, jalur, dan jenis Pendidikan. Namun implementasi dana Pendidikan tidak sesuai sebab banyak Generasi Papua tidak mendapatkan Fasilitas belajar baik siswa maupun pelajar bhakan belum memilik akses Pendidikan. Terutama sekolah-Sekolah yang ada di pedalaman Papua sering kali mendapatkan masalah belajar karena faslitas sekolah yang belum lengkap ditandai dengan krisis Pempimpin yang sulit mengambil kebijakan tepat untuk perbaikan Pendidikan di tanah Papua.

Maka Pendidikan di Puncak Berdasarkan Data statistic Nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sangat rendah, termasuk Angka huruf melek, harapan lama sekolah dan harapan  indeks pengetahuan. Krisis Pendidikan Kabupaten Puncak bermula sejak tahun 2018 hingga 2022 karena faktor keamanan kurangnya guru salah satunya masalah Stunting berdampak buruk bagi kesehatan anak-anak sehingga mengalami gizi buruk.

Namun hal ini Pemerintah dan dinas Pendidikan Kabupaten Puncak belum punya kebijakan Khusus dalam penanganan masalah siswa dan Gedung sekolah, sejatinya, Pemerintah dan Keamanan memiliki peranan penting untuk menciptakan keadaan yang kondusif, nyaman bagi siswa-siswa.  Karena memang Kabupaten Puncak sendiri daerah yang geografisnya, sulit ditentukan oleh garis waktu. Akibatnya siswa-siswi harus pindah sekolah ke Kabupaten terdekat seperti Kabupaten Timika, Nabire dan Jayapura untuk melanjutkan Belajar. Oleh karena itu sampai dengan saat ini ganguan Pendidikan di kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah masih terus menjadi proble karena Gedung-gedung sekolah masih belum diperbaiki oleh dinas terkait.

Dengan permasalahan ini kami meminta Bupati teripilih Kabupaten Puncak Papua dapat menyelesaikan masalah Pendidikan Sebagai Program Prioritas dan membangun kerja sama dengan Lembaga-lembaga dan Jayasan yang pro terhadap Penddidikan di Papua. Salah satunya Jayasan Bina Taruna Indonesia Bumi Cendrawasih (BINTERBUSIH). Supaya Skala prioritas Pendidikan dan Sumber daya manusia mendapatkan afirmasi positif untuk bermutuh dan berdaya saing di tingkat nasioanal maupun internasioanal. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Tentang Hak mendapatkan Pendidikan Hak atas pendidikan  Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 UUD 1945. Pasal 28C ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui Pendidikan. Setiap orang berhak memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya. Terima kasih.

 

 

 

Rabu, 22 Mei 2024

PENEGAKAN HUKUM DAN KELEMAHAN-NYA DI PAPUA



Perkembangan hukum di negara kita Indonesia bhawa hukum menjadi suatu landasan berpikir yang dibentuk oleh negara untuk melindungi masyarakat, artinya unsur terpenting dalam negara hukum adalah adanya pengakuan terhadap asas (Equality before the law) Persamaan dihadapan hukum. Sehingga semua yang mengatur tentang hak hidup masyarakat pada umumnya dapat dipahami untuk dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai warga negara yang sama dihadapan hukum. Oleh sebab itu Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur semua aspek kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, social dan politik. 


Untuk itu hukum diharapkan memberikan jaminan kelayakan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya, dan khususnya bagian Indonesia timur yaitu papua sebab dalam penegakkan hukum di Papua dari perspektif hukum belum menyatuh. Sehingga membutuhkan implementasi bagi masyarakat papua yang membutuhkan bantuan hukum hal ini, bagian mendorong upaya negara melihat papua dengan pendekatan yang berbeda. Dinamika yang dihadapi masyarakat Papua pada khususnya di beberapa decade ini persoalan yang sangat kompleks tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Diskriminasi, Rasisme yang tersistem dan masif di tinjau.


Menganalisis beberapa persoalan baru-baru ini terjadi di Papua pada khususnya, lemahnya peneggakkan hukum  memicu polemic yang tak kunjung selesai, seakan-akan hak asasi manusia tidak dihargai. Adapun sebab dan akibat yang lagi mengorbankan masyarakat sipil di Puncak papua,Intanjaya dan Oksibil dll. Itu bisa dikatakan bhawa 20 tahun terakhir negara gagal dalam menyelesaikan persoalan Papua, sehingga negara perlu ambil  kebijakan khusus terhadap penanganan problem Papua. 


Upaya negara menjalankan hukum di Papua terlihat tidak efektif menyelesaikan akar masalah yang selama ini di tuntut orang asli papua termasuk, pelanggaran HAM,RASISME dan DISKRIMINASI,RASIAL. Maka jadinya, muncul berbagai indikasi yang merombak terjadinya konflik horizontal antar masyarakat papua itu lantaran masyarakat seakan-akan di jadikan objek oleh beberapa elit Papua yang mencari panggung. 


Hal ini Lembaga Pengetahuan Indonesaia (LIPI) menyebut empat akar masalah yang menjadikan konfli di tanah Papua terus memanas. Empat akar persoalan itu hingga kini belum ditanggani secara serius oleh pemerintah. Permasalahannya yaitu; Marginalisasi masyarakat Papua, sejak orde baru masyarakat Papua mengalami ketidakadilan. Kedua, masalah pemerataan pembangunan, pemerataan dan kesejahtreraan, yang lebih banyak focus ke jawa. Permasalahan Status Politik Papua yang sementara tidak ada titik terang dalam jangak waktu yang lama, dan yang terakhir adalah permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM). 


Bhawa persoalan Papua Pemerintah tidak serius menangani akhrinya pemerintah pusat sering curiga ketika masyarakat Papua melakukan aksi langsung dicap separatis,KKB dll. Ini adalah stigma yang salah dibangun selama ini oleh penguasa  kepada orang asli papua. 


Sebab konflik yang terus berkepanjang selama 20 tahun  sejak serangan di Nduga Papua akhir tahun 2018 dan unjuk rasa di Papua 2019. Hingga pendekatan keamanan terus dilakukan dengan pengiriman (TNI dan Polri) melawan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bertambhanya aparat keamanan di Papua jumlah korban terus meningkat dari masyarakat sipil,maupun keamanan, sengketa tersebut dimulai adanya historis terkait integrasi Irian Barat ke Indonesia kasus dan Pelanggaran Hak asasi manusia yang belum terselesai.


Jadi, semua permasalahan  di analisis kembali pada lemahanya penegakkan hukum di Indonesia khususnya di Papua sebab  Negara Indonesia sebagai negara hukum (Hukum sebagai Panglima tertinggi) seharusnya mempu menyelesaikan akar persoalan Papua. Salah satunya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia. Artinya, Hak Asasi Manusia yang melekat pada manusia wajid dihormati. Dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, bagi setiap orang. 


Salah satu keberhasilan negara hukum adalah keberhasilan dalam menegakkan hukumnya, implementasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam undang-undang tersebut. Namun penegakkan hukum terhadap masyarakat ini masih lemah itu sebabnya masyarakat itu sendiri mengalami nasip buruk karena tidak diperhatikan baik. Norma-norma yang mengatur perilaku masyarakat tidak dijalankan secara akuntablitas justru sebaliknya, seharusnya kehadiran negara hukum menjadi garda untuk melindungi, dan memberikan solusi terbaik kepada masyarakat. Semoga bermanfaat. Selamat membaca 


Arinus Wamang 


Malang, Jawa Timur 




Jumat, 05 April 2024

FORUM PEDULI MAHASISWA KABUPATEN PUNCAK DALAM MENYIKAPI PENYIKSAAN 3 WARGA SIPIL DI KABUPATEN PUNCAK PAPUA

         foto mahasiswa puncak malang
 

PERNYATAAN SIKAPI KATAN PELAJAR DAN MAHASISWA PUNCAKS E-JAWA DAN BALI.


MENYIKAPI PENYIKSAAN 3 WARGA SIPIL OLEH APARAT TNI DI DESA MANGGUME DISTRIK OMUKIA KAB PUNCAK PAPUA.


Terhadap insiden yang terjadi beberapa Minggu lalu di kabupaten puncak Papua oleh militer Indonesia terhadap rakyat sipil, dengan ini  kami mahasiswa IPMAP se-Jawa & Bali. menyatakan sikap kami terkait dugaan pelanggaran HAM  yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI/polri) ketiga saudara kami atas nama Definus Murib,Alinus Murib,Warinus Murib.tanpa mengedepankan asas- asas  HAM dan  telah Melakukan penganiayaan, terhadap 3 warga sipil tersebut dan mereka adalah benar-benar statusnya masyarakat sipil atau pelajar dan mereka bukan TPN/OPM. 

 Kami Mahasiswa IPMAP se-Jawa &Bali dengan tegas mengancam setiap bentuk pelanggaran HAM yang merugikan hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan di daerah Kami kabupaten puncak dan kami  menganggap bahwa kebebasan, keadilan, dan martabat setiap individu harus dihormati dan dilindungi oleh negara, termasuk oleh aparat keamanan/ TNI polri, jangan semena- mena melakukan tindakan kekerasan sehingga kami mendesak kepada , Komnas HAM,dan jurnalis internasional untuk segera usut tuntas kasus ini termasuk TNI, untuk segera melakukan Investigasi menyeluruh dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM terhadap beberapa oknum yang melakukan penyiksaan dan Kami juga menuntut agar pelaku pelanggaran HAM diadili secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kami mengajak semua pihak untuk bersikap bijaksana dan menyelesaikan masalah ini dengan menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia, demi terciptanya perdamaian dan keadilan bagi semua warga negara Indonesia.

Terjadi lagi kasus penyiksaan yang di lakukan oleh aparat anggota TNI, terhadap masyarakat sipil di Distrik Omukia 03/02/2024. Kejadian saat itu masyarakat sedang melakukan beraktifitas kegiatan gontong royong untuk membangun sebuah honai (rumah), dan pihak korban pun ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Anggota TNI Satgas Pamtas Jonif 330/BJW, dari Distrik Ilaga mengampira masyarakat kronologis.

sedang melakukan kegitan tersebut dengan niat kejahatan, dari situlah pelaku mengambil kesempatan untuk melakukan aksi penangkapan 3 masyarakat sipil, yakni Warinus Murib 18 tahun, Alinus Murib berusia 18 tahun, dan Defius Kogoya berusia 17 tahun. Pelaku tersangga ketiga korban ditundu bagian dari TPNPB-OPM tanpa bukti yang jelas. Menangkap ketiga korban secara terpaksa dan mulai bereaksi kekerasan fisik berupa pukulan tanpa diinterogasi, langsung dibawa menuju ke pos Satgas Pamtas Jonif 300/Puncak Ilaga. Dan pada saat itu, pihak keluarga koban mereka hanya bisa menahan amarah dan kesedihan atas penangkapan secara kekerasan. seketika sampai di pos satgas disitulah kejadian penyiksaan sadis terhadap ketiga korban, yang menjadi sasaran utama Warinus Murib melukai/ menusuk mengunakan senjata tajam, pukulan, tendangan, dan diseret dijalan sekitar 1km. Sangat brutal sekali diperlakukan secara tidak perikemanusiaan sehingga korban jadi babak belur. Kemudian ketiga korba tersebut dievakuasi rawat di RS Ilaga. Namum, beberapa hari kemudian Warinus Murib sendiri nyawanya tidak tertolong meninggal dunia. Menyebabkan akibat daripada penyiksaan oleh pihak oknum TNI Satgas Pamtas Jonif 330/BJW Kab. Puncak, sedangkan dua (2) korban masih rawat rumah sakit.


Sebenarnya ketiga korban tesebut masyarakat biasa, Warinus Murib berstatus sebagai masyarakat sipil, Alinus Murib berstatus sebagai pelajar STP/ sekolah kebenaran di Ilaga dan Defius Kogoya sebagai pelajar SMP Umokia. Sumber informasi dari salah satu keluarga korban melalui telepon seluler dari Puncak Ilaga, Sabtu, 22/03/2024 diperkirakan sekitar Pukul 18:15 WIT.

Peristiwa ini belum ada penyelesaian dari Pemerintah Daerah dan juga Pemerintah Pusat, terlebih lagi belum ada perhatian khusus dari KOMNAS HAM. Operasi militer sampai saat ini masih berlangsung di Kabupaten Puncak Papua di 5 Distrik, 26 Kampung, dan 26 Gereja.  


POINT-POIN

1.) Setiap warga negara Indonesia berhak bebas dari penyiksasaan sebagaimana diatur dalam  Pasal 33 ayat (1)  UU  No.39 Tahun 1999 berbunyi “ Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

2.) kekerasan dengan alasan apapun tak dapat dibenarkan, sebab sekalipun korban melakukan tindakan hukum tetapi semua warga punya hak praduga tak bersalah sampai ada putusan tetap dari pengadilan.  Hal tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat  (1) Undang-Undang  No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asisi Manusia menegaskan   “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan”.

3.) Pemerintah Indonesia segera menarik seluruh pasukan TNI non-organik di seluruh Tanah Papua karena kehadirannya menimbulkan berbagai kekerasan dan pembunuhan terhadap warga sipil.

4.) Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia  menuntut Kepada Pemerintah Pusat segera bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Sebagaimana Ketentuan “Pasal 28 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “ Perlindungan, Pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah.’’ Sehingga negara Indonesia memiliki hak konstitusioanl untuk  menegakan HAM DI Kabupaten Puncak Papua.

5.) Kami minta KOMNAS HAM RI melakukan penyelidikan terkait kasus kekerasan terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak Papua

6.) Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia menuntut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera perintakan Panglima untuk menarik kembali TNI non organik di puncak dan pecat pelaku kekerasan tiga warga sipil. 

7.) Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia menuntut Panglima TNI Jendral Agus Subiyanto Republik Indonesia segera Pecat anggota TNI yang telah melanggar hukum sesuai dengan UU TNI Pasal 1 angka (13) menyatakan bhawa prajurit adalah anggota TNI. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di aras, setiap anggota TNI yang sedang bertugas atau tidak, yang melakukan tindak pidana diadili di pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dan Pasal 351 ayat (1,2,3) yang menyatakan “Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratys rupiah.

Tuntutan dari ikatan pelajar dan mahasiswa puncak Kota studi Malang Jawa Timur.


Malang, 5 April 2024 



Rabu, 06 Desember 2023

MELIRIK REALITA KEHIDUPAN ORANG PAPUA






Papua identik dikenal dengan Dapur Dunia atau dengan kata lain,disebut tempat cari makan orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Namun Papua yang kita kenal kaya akan sumber daya alam  tidak dinikmati baik dari orang asli Papua itu sendiri. OAP hanya menikmati sisa-sisanya saja , hal ini membuat kebanyakan orang asli Papua bertanya-tanya. Apa yang terjadi di atas tanah kami Papua?  Sebab realita tidak sesuai dengan harapan hidup orang asli Papua.  Baik segi pendidikan, ekonomi dan Politik, orang asli Papua diabaikan di atas tanahnya sendiri. 


Dari penerapan sistem pendidikan di Papua sangat jauh berbeda. Orang asli Papua belajar tapi dihambat karena penerapan kurikulum tidak sesuai dengan Sosio_Culture penduduk asli Papua. Baik secara theknis maupun praktek. Hanya ada slogan-slogan nasionalisme Palsu untuk mendoktrin Generasi Orang asli Papua. Makin lama makin bodoh dan tertinggal sebab penerapan menggunakan kekerasan militeristik. Sama halnya dengan Penerapan, hukum, sosial dan Politik di tanah Papua tidak jauh berbeda jika kita menilai secara epistemologis. Kebijakan Jakarta selalu mengambil alih kepunyaan orang asli Papua yaitu, tanah, adat, wilayah dan Sumber kekayaan lainnya, secara paksa dan tidak  memberikan keadilan, padahal  Papua disebut Daerah otonom khusus. Ini adalah bentuk janji Palsu Penguasa jakarta terhadap orang Papua Seharusnya segala urusan kebijakan pembangunan Papua diatur sendiri oleh orang Papua ,tapi faktanya tidak. 


Menurut data  statistik bhawa hampir 2.000.000 juta hektar tanah di Papua rusak karna ulah penguasa kapitalis, eksploitasi alam secara liar. Sehingga menimbulkan indikasi yang serius bagi ancaman Manusia Papua. Terutama mereka yang memiliki hak tanah dan wilayah setempat. Disisi lain pemerintah pusat tidak menghargai lalu, mendominasi wilayah adat Papua untuk keuntungan para pemodal Asing. 


Jika dinilai kebijakan tersebut, justru menutupi jalan kehidupan dan kesejahteraan rakyat Papua. Serta seluruh sumber kekayaan alam diambil alih penguasa jakarta dengan slogan yang menyebutkan Kami Cinta Papua. Tapi itu BOHONG, bukan perkataan sesungguhnya, namun justru pendekatan yg dilakukan menggunakan mementingkan perut negara. Terbukti bhawa Undang-undang Otonomi Khusus berlaku lebih dari 20 tahun namun tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Sebab di atas dana otsus  banyak pemimpin Papua  hilang nyawa sia-sia.  Karena pemimpin Papua, juga ditekan, diintimidasi dan sebagian pemimpin tidak jujur memimpin Papua menimbulkan kontradiksi antara realita dan pro kepentingan pusat.


Oleh sebab itu untuk menyelesaikan realita objektif tersebut.  Tanah Papua membutuhkan Pemimpin yang jujur, adil, bermartabat dan mampu mendistribusikan keadilan. Serta Pemimpin yang mampu prediksi Papua  100 tahun, yang berkelanjutan di masa depan. Dengan mengedepankan aspirasi masyarakat akar rumput. Agar masyarakat Papua juga memperoleh hak-haknya, supaya hidup Damai dan sejahtera. Sebab di tahun-tahun ini adalah tahun pesta politik, maka siapapun  pilihan anda sangat menentukan nasip Generasi dan bangsamu Papua ke depan. 


Tulisan ini semoga buka wawasan akan realita objektif Papua. 


Arinus Wamang..

Jumat, 27 Oktober 2023

MELIRIK POLITIK DINASTI


Melilirik politik dinasti di Indonesia yang baru-baru ini menjadi polemic dibicarakan baik di media masa maupun aksi protes mahasiswa dan sebagian besar masyarakat sunggu memprihatinkan karena problem tersebut meluas jadi permasalahan nasional sebab kontradiksi dengan Hukum Indonesia itu sendiri.  Jika tinjauh perkara yang dibicarakan dalam persoalan protes masyarakat adalah Keputusan Mahkamah Konstitusi pada Senin,23 Oktober 2023, MK menetapkan usia minimal capres -cawapres tetap 40 tahun. Namun, ketentuan ditambahkan dengan catatan warga yang belum berusia 40 tahun bisa menjadi capres/cawapres  jika berpengalaman menduduki jabatan public karena terpilih lewat pemilu. Maka dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi ini masyarakat menilai ada keputusan yang tidak sesuai berdasarkan aturan konstitusi itu sendiri. Sehingga menimbulkan penyimpangan social atas permasalahan putusan Wapres dan Cawapres. 

Perkara tersebut , MK mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang membuka peluang bagi Capres-Cawapres minimal berusia 40 tahun atau perna/sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pilkada maju dalam 2024. Bhawa  Legal Standing MK tidak memperhatikan Kode Etik karena Menurut Prof.Dr. Jimliy Asshiddiqie, S.H. Ketentuan ini menunjukkan bhawa Mahkamah Konstitusi adalah bagian dari kekuasaan Kehakiman yang menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaktub dalam Pasal 24 (1) UUD 1945. Dan Keudukan Mahkamah Konstitusi adalah Lembaga tertinggi (supreme body) yang seharusnya, memperhatikan Kode Etik sebagai acuan dalam putusan. 

Konstitusi yang berlaku harus bersifat normative closed, artinya kosntitusi hanya dapat diubah oleh badan yang berwenang dan dengan cara yang ditentukan oleh konstitusi,buku Mahkamah Konstitusi. ewenangan Mahkamah Konstitusi Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan Lembaga negara dan kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. 

Perkara Putusan MK ini menyebabkan protes masyarakat dan Mahasiswa kepada Kedukan MK sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara untuk memberikan putusan yang adil kepada masyarakat yang mempercayai hukum. Sebab ada indikasi kepentingan politik dinasti dalam keputusan yang diambil Mahkamah Konstitusi akan memicu berdampak pada kesenjangan social antar warga negagra Indonesia.  Dari Perspektif penulis sebagaimana Indonesia adalah Negara Hukum dan negara demokrasi maka seyogianya, memperhatikan asas-asas keputusan demi marwah Konstitusi Indonesia yang berkeadilan. 

Penulis adalah Mahasiswa Papua, lulusan Ilmu hukum.. 

Arinus Wamang,


Sabtu, 28 Oktober 2023.

Kamis, 03 Agustus 2023

PROBLEM HAK ASASI MANUSIA DI PAPUA PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL

 

 

 

Penulis : Arinus Wamang,S.H 

Problem Papua yang belum selesai di hadapan hukum nasional, disertai  masalah hak asasi manusia Papua. Sebab problem yang dialami orang asli Papua tidak bisa di atasi negara  sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Terutama menyangkut penegakkan hukum di Indonesia khususnya, Papua. Kasus HAM OAP bagian persoalan sejarah integrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 1963-1969 dalamnya, ditambah terjadi pepera. Masalah mendasar yang terjadi tanah Papua bagian perebutan kekuasaan hak politik dan ekonomi menyebabkan pelanggaran Hak Asasi Manusia yaitu, Abe berdarah,wasior berdarah,Paniai berdara, Nduga berdarah, Puncak Berdarah dll. Hampir seluruh wilayah terancam soal krisis  kemanusiaan, menyebabkan papua dikatakan pulau yang duhuni manusia tanpa perlindungan induknya. Karena tidak ada keadilan, hanya masalah diskriminasi,rasis dan perlakuan tidak adil yang merusak tatanan kehidupan orang asli Papua yang terus tumbuh subur.  

Walaupun dalam konstitusi kita ditegaskan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia seperti dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah’’ Kemuduan, penanganan kemanusiaan adalah tanggungjawab negara untuk melindungan kekerasan HAM secara sistemik di Papua. Dan mencari pelaku kejahatan kemanusiaan Tanggung jawab negara itu berfokus kepada kejahatan HAM berupa penyiksaan (torture), pembunuhan massal (genoside), penghilangan orang (disappearances), kejahatan perang (war crimes), dan/atau kejahatan atas kemanusiaan (crimes againts humanity),konstitusi Indonesia.

 Tetapi kenyataan dilapangan beda, penegakkan  hukum dan keadilan tidak diberikan bagi masyarakat akar rumput,sehingga dilihat tidak ada hukum yang hidup ditengah orang asli papua melainkan terjadi pembunuhan serta penyiksaan dijadikan makanan sehari-hari bagi orang asli papua. Di katakan tidak diberikan keadilan karena para penegak hukum melihat realita hanya sebela mata. Hukum justru berlaku bagi para pemodal, atau  penguasa itulah sebabnnya muncul pikiran orang asli papua bhawa tidak percaya terhadap hukum di Papua. 

Kebijakan penerapan Hukum bagi masyarakat Papua tidak efektif hanya diperalat, instrumen negara sebab penerapan dilakukan dengan pendekatan represif, serta kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM serta tidak diberikan hak-haknya sebagai warga negara yang sama di hadapan hukum. Akibat penegakkan hukum yang lemah, orang Papua tidak mengakui adanya hukum, karena tidak ada keadilan. Implementasi yang diterapkan di seluruh tanah Papua selama ini, melindungi produk-produk kapitalis yang mementingkan beberapa kaum pemodal.

Dengan tulisan ini penulis meninjau bhawa kedudukan hukum (legal standing) yang belum final bagi seluruh masyarakat Papua adalah bagian tugas negara sebagai pemegang kekuasaan. Untuk menyelesaikan persoalan Papua secara jujur, adil dan bertanggungjawab. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Indonesia adalah Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. 

 

 

 

 




PENDIDIKAN PAPUA TANTANGAN DAN SOLUSI

  Oleh : Arinus Wamang, S.H.  Pendidikan berperan sebagai arah tujuan bagi individu, masyarakat membimbing mereka menuju masa depan dengan j...