Pengikut

Rabu, 22 Mei 2024

PENEGAKAN HUKUM DAN KELEMAHAN-NYA DI PAPUA



Perkembangan hukum di negara kita Indonesia bhawa hukum menjadi suatu landasan berpikir yang dibentuk oleh negara untuk melindungi masyarakat, artinya unsur terpenting dalam negara hukum adalah adanya pengakuan terhadap asas (Equality before the law) Persamaan dihadapan hukum. Sehingga semua yang mengatur tentang hak hidup masyarakat pada umumnya dapat dipahami untuk dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai warga negara yang sama dihadapan hukum. Oleh sebab itu Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur semua aspek kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, social dan politik. 


Untuk itu hukum diharapkan memberikan jaminan kelayakan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya, dan khususnya bagian Indonesia timur yaitu papua sebab dalam penegakkan hukum di Papua dari perspektif hukum belum menyatuh. Sehingga membutuhkan implementasi bagi masyarakat papua yang membutuhkan bantuan hukum hal ini, bagian mendorong upaya negara melihat papua dengan pendekatan yang berbeda. Dinamika yang dihadapi masyarakat Papua pada khususnya di beberapa decade ini persoalan yang sangat kompleks tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Diskriminasi, Rasisme yang tersistem dan masif di tinjau.


Menganalisis beberapa persoalan baru-baru ini terjadi di Papua pada khususnya, lemahnya peneggakkan hukum  memicu polemic yang tak kunjung selesai, seakan-akan hak asasi manusia tidak dihargai. Adapun sebab dan akibat yang lagi mengorbankan masyarakat sipil di Puncak papua,Intanjaya dan Oksibil dll. Itu bisa dikatakan bhawa 20 tahun terakhir negara gagal dalam menyelesaikan persoalan Papua, sehingga negara perlu ambil  kebijakan khusus terhadap penanganan problem Papua. 


Upaya negara menjalankan hukum di Papua terlihat tidak efektif menyelesaikan akar masalah yang selama ini di tuntut orang asli papua termasuk, pelanggaran HAM,RASISME dan DISKRIMINASI,RASIAL. Maka jadinya, muncul berbagai indikasi yang merombak terjadinya konflik horizontal antar masyarakat papua itu lantaran masyarakat seakan-akan di jadikan objek oleh beberapa elit Papua yang mencari panggung. 


Hal ini Lembaga Pengetahuan Indonesaia (LIPI) menyebut empat akar masalah yang menjadikan konfli di tanah Papua terus memanas. Empat akar persoalan itu hingga kini belum ditanggani secara serius oleh pemerintah. Permasalahannya yaitu; Marginalisasi masyarakat Papua, sejak orde baru masyarakat Papua mengalami ketidakadilan. Kedua, masalah pemerataan pembangunan, pemerataan dan kesejahtreraan, yang lebih banyak focus ke jawa. Permasalahan Status Politik Papua yang sementara tidak ada titik terang dalam jangak waktu yang lama, dan yang terakhir adalah permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM). 


Bhawa persoalan Papua Pemerintah tidak serius menangani akhrinya pemerintah pusat sering curiga ketika masyarakat Papua melakukan aksi langsung dicap separatis,KKB dll. Ini adalah stigma yang salah dibangun selama ini oleh penguasa  kepada orang asli papua. 


Sebab konflik yang terus berkepanjang selama 20 tahun  sejak serangan di Nduga Papua akhir tahun 2018 dan unjuk rasa di Papua 2019. Hingga pendekatan keamanan terus dilakukan dengan pengiriman (TNI dan Polri) melawan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bertambhanya aparat keamanan di Papua jumlah korban terus meningkat dari masyarakat sipil,maupun keamanan, sengketa tersebut dimulai adanya historis terkait integrasi Irian Barat ke Indonesia kasus dan Pelanggaran Hak asasi manusia yang belum terselesai.


Jadi, semua permasalahan  di analisis kembali pada lemahanya penegakkan hukum di Indonesia khususnya di Papua sebab  Negara Indonesia sebagai negara hukum (Hukum sebagai Panglima tertinggi) seharusnya mempu menyelesaikan akar persoalan Papua. Salah satunya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia. Artinya, Hak Asasi Manusia yang melekat pada manusia wajid dihormati. Dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, bagi setiap orang. 


Salah satu keberhasilan negara hukum adalah keberhasilan dalam menegakkan hukumnya, implementasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam undang-undang tersebut. Namun penegakkan hukum terhadap masyarakat ini masih lemah itu sebabnya masyarakat itu sendiri mengalami nasip buruk karena tidak diperhatikan baik. Norma-norma yang mengatur perilaku masyarakat tidak dijalankan secara akuntablitas justru sebaliknya, seharusnya kehadiran negara hukum menjadi garda untuk melindungi, dan memberikan solusi terbaik kepada masyarakat. Semoga bermanfaat. Selamat membaca 


Arinus Wamang 


Malang, Jawa Timur 




Jumat, 05 April 2024

FORUM PEDULI MAHASISWA KABUPATEN PUNCAK DALAM MENYIKAPI PENYIKSAAN 3 WARGA SIPIL DI KABUPATEN PUNCAK PAPUA

         foto mahasiswa puncak malang
 

PERNYATAAN SIKAPI KATAN PELAJAR DAN MAHASISWA PUNCAKS E-JAWA DAN BALI.


MENYIKAPI PENYIKSAAN 3 WARGA SIPIL OLEH APARAT TNI DI DESA MANGGUME DISTRIK OMUKIA KAB PUNCAK PAPUA.


Terhadap insiden yang terjadi beberapa Minggu lalu di kabupaten puncak Papua oleh militer Indonesia terhadap rakyat sipil, dengan ini  kami mahasiswa IPMAP se-Jawa & Bali. menyatakan sikap kami terkait dugaan pelanggaran HAM  yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI/polri) ketiga saudara kami atas nama Definus Murib,Alinus Murib,Warinus Murib.tanpa mengedepankan asas- asas  HAM dan  telah Melakukan penganiayaan, terhadap 3 warga sipil tersebut dan mereka adalah benar-benar statusnya masyarakat sipil atau pelajar dan mereka bukan TPN/OPM. 

 Kami Mahasiswa IPMAP se-Jawa &Bali dengan tegas mengancam setiap bentuk pelanggaran HAM yang merugikan hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan di daerah Kami kabupaten puncak dan kami  menganggap bahwa kebebasan, keadilan, dan martabat setiap individu harus dihormati dan dilindungi oleh negara, termasuk oleh aparat keamanan/ TNI polri, jangan semena- mena melakukan tindakan kekerasan sehingga kami mendesak kepada , Komnas HAM,dan jurnalis internasional untuk segera usut tuntas kasus ini termasuk TNI, untuk segera melakukan Investigasi menyeluruh dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM terhadap beberapa oknum yang melakukan penyiksaan dan Kami juga menuntut agar pelaku pelanggaran HAM diadili secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kami mengajak semua pihak untuk bersikap bijaksana dan menyelesaikan masalah ini dengan menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia, demi terciptanya perdamaian dan keadilan bagi semua warga negara Indonesia.

Terjadi lagi kasus penyiksaan yang di lakukan oleh aparat anggota TNI, terhadap masyarakat sipil di Distrik Omukia 03/02/2024. Kejadian saat itu masyarakat sedang melakukan beraktifitas kegiatan gontong royong untuk membangun sebuah honai (rumah), dan pihak korban pun ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Anggota TNI Satgas Pamtas Jonif 330/BJW, dari Distrik Ilaga mengampira masyarakat kronologis.

sedang melakukan kegitan tersebut dengan niat kejahatan, dari situlah pelaku mengambil kesempatan untuk melakukan aksi penangkapan 3 masyarakat sipil, yakni Warinus Murib 18 tahun, Alinus Murib berusia 18 tahun, dan Defius Kogoya berusia 17 tahun. Pelaku tersangga ketiga korban ditundu bagian dari TPNPB-OPM tanpa bukti yang jelas. Menangkap ketiga korban secara terpaksa dan mulai bereaksi kekerasan fisik berupa pukulan tanpa diinterogasi, langsung dibawa menuju ke pos Satgas Pamtas Jonif 300/Puncak Ilaga. Dan pada saat itu, pihak keluarga koban mereka hanya bisa menahan amarah dan kesedihan atas penangkapan secara kekerasan. seketika sampai di pos satgas disitulah kejadian penyiksaan sadis terhadap ketiga korban, yang menjadi sasaran utama Warinus Murib melukai/ menusuk mengunakan senjata tajam, pukulan, tendangan, dan diseret dijalan sekitar 1km. Sangat brutal sekali diperlakukan secara tidak perikemanusiaan sehingga korban jadi babak belur. Kemudian ketiga korba tersebut dievakuasi rawat di RS Ilaga. Namum, beberapa hari kemudian Warinus Murib sendiri nyawanya tidak tertolong meninggal dunia. Menyebabkan akibat daripada penyiksaan oleh pihak oknum TNI Satgas Pamtas Jonif 330/BJW Kab. Puncak, sedangkan dua (2) korban masih rawat rumah sakit.


Sebenarnya ketiga korban tesebut masyarakat biasa, Warinus Murib berstatus sebagai masyarakat sipil, Alinus Murib berstatus sebagai pelajar STP/ sekolah kebenaran di Ilaga dan Defius Kogoya sebagai pelajar SMP Umokia. Sumber informasi dari salah satu keluarga korban melalui telepon seluler dari Puncak Ilaga, Sabtu, 22/03/2024 diperkirakan sekitar Pukul 18:15 WIT.

Peristiwa ini belum ada penyelesaian dari Pemerintah Daerah dan juga Pemerintah Pusat, terlebih lagi belum ada perhatian khusus dari KOMNAS HAM. Operasi militer sampai saat ini masih berlangsung di Kabupaten Puncak Papua di 5 Distrik, 26 Kampung, dan 26 Gereja.  


POINT-POIN

1.) Setiap warga negara Indonesia berhak bebas dari penyiksasaan sebagaimana diatur dalam  Pasal 33 ayat (1)  UU  No.39 Tahun 1999 berbunyi “ Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

2.) kekerasan dengan alasan apapun tak dapat dibenarkan, sebab sekalipun korban melakukan tindakan hukum tetapi semua warga punya hak praduga tak bersalah sampai ada putusan tetap dari pengadilan.  Hal tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat  (1) Undang-Undang  No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asisi Manusia menegaskan   “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan”.

3.) Pemerintah Indonesia segera menarik seluruh pasukan TNI non-organik di seluruh Tanah Papua karena kehadirannya menimbulkan berbagai kekerasan dan pembunuhan terhadap warga sipil.

4.) Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia  menuntut Kepada Pemerintah Pusat segera bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Sebagaimana Ketentuan “Pasal 28 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “ Perlindungan, Pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah.’’ Sehingga negara Indonesia memiliki hak konstitusioanl untuk  menegakan HAM DI Kabupaten Puncak Papua.

5.) Kami minta KOMNAS HAM RI melakukan penyelidikan terkait kasus kekerasan terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak Papua

6.) Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia menuntut kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera perintakan Panglima untuk menarik kembali TNI non organik di puncak dan pecat pelaku kekerasan tiga warga sipil. 

7.) Kami Mahasiswa Kabupaten Puncak se-indonesia menuntut Panglima TNI Jendral Agus Subiyanto Republik Indonesia segera Pecat anggota TNI yang telah melanggar hukum sesuai dengan UU TNI Pasal 1 angka (13) menyatakan bhawa prajurit adalah anggota TNI. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di aras, setiap anggota TNI yang sedang bertugas atau tidak, yang melakukan tindak pidana diadili di pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dan Pasal 351 ayat (1,2,3) yang menyatakan “Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratys rupiah.

Tuntutan dari ikatan pelajar dan mahasiswa puncak Kota studi Malang Jawa Timur.


Malang, 5 April 2024 



Rabu, 06 Desember 2023

MELIRIK REALITA KEHIDUPAN ORANG PAPUA






Papua identik dikenal dengan Dapur Dunia atau dengan kata lain,disebut tempat cari makan orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Namun Papua yang kita kenal kaya akan sumber daya alam  tidak dinikmati baik dari orang asli Papua itu sendiri. OAP hanya menikmati sisa-sisanya saja , hal ini membuat kebanyakan orang asli Papua bertanya-tanya. Apa yang terjadi di atas tanah kami Papua?  Sebab realita tidak sesuai dengan harapan hidup orang asli Papua.  Baik segi pendidikan, ekonomi dan Politik, orang asli Papua diabaikan di atas tanahnya sendiri. 


Dari penerapan sistem pendidikan di Papua sangat jauh berbeda. Orang asli Papua belajar tapi dihambat karena penerapan kurikulum tidak sesuai dengan Sosio_Culture penduduk asli Papua. Baik secara theknis maupun praktek. Hanya ada slogan-slogan nasionalisme Palsu untuk mendoktrin Generasi Orang asli Papua. Makin lama makin bodoh dan tertinggal sebab penerapan menggunakan kekerasan militeristik. Sama halnya dengan Penerapan, hukum, sosial dan Politik di tanah Papua tidak jauh berbeda jika kita menilai secara epistemologis. Kebijakan Jakarta selalu mengambil alih kepunyaan orang asli Papua yaitu, tanah, adat, wilayah dan Sumber kekayaan lainnya, secara paksa dan tidak  memberikan keadilan, padahal  Papua disebut Daerah otonom khusus. Ini adalah bentuk janji Palsu Penguasa jakarta terhadap orang Papua Seharusnya segala urusan kebijakan pembangunan Papua diatur sendiri oleh orang Papua ,tapi faktanya tidak. 


Menurut data  statistik bhawa hampir 2.000.000 juta hektar tanah di Papua rusak karna ulah penguasa kapitalis, eksploitasi alam secara liar. Sehingga menimbulkan indikasi yang serius bagi ancaman Manusia Papua. Terutama mereka yang memiliki hak tanah dan wilayah setempat. Disisi lain pemerintah pusat tidak menghargai lalu, mendominasi wilayah adat Papua untuk keuntungan para pemodal Asing. 


Jika dinilai kebijakan tersebut, justru menutupi jalan kehidupan dan kesejahteraan rakyat Papua. Serta seluruh sumber kekayaan alam diambil alih penguasa jakarta dengan slogan yang menyebutkan Kami Cinta Papua. Tapi itu BOHONG, bukan perkataan sesungguhnya, namun justru pendekatan yg dilakukan menggunakan mementingkan perut negara. Terbukti bhawa Undang-undang Otonomi Khusus berlaku lebih dari 20 tahun namun tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Sebab di atas dana otsus  banyak pemimpin Papua  hilang nyawa sia-sia.  Karena pemimpin Papua, juga ditekan, diintimidasi dan sebagian pemimpin tidak jujur memimpin Papua menimbulkan kontradiksi antara realita dan pro kepentingan pusat.


Oleh sebab itu untuk menyelesaikan realita objektif tersebut.  Tanah Papua membutuhkan Pemimpin yang jujur, adil, bermartabat dan mampu mendistribusikan keadilan. Serta Pemimpin yang mampu prediksi Papua  100 tahun, yang berkelanjutan di masa depan. Dengan mengedepankan aspirasi masyarakat akar rumput. Agar masyarakat Papua juga memperoleh hak-haknya, supaya hidup Damai dan sejahtera. Sebab di tahun-tahun ini adalah tahun pesta politik, maka siapapun  pilihan anda sangat menentukan nasip Generasi dan bangsamu Papua ke depan. 


Tulisan ini semoga buka wawasan akan realita objektif Papua. 


Arinus Wamang..

Jumat, 27 Oktober 2023

MELIRIK POLITIK DINASTI


Melilirik politik dinasti di Indonesia yang baru-baru ini menjadi polemic dibicarakan baik di media masa maupun aksi protes mahasiswa dan sebagian besar masyarakat sunggu memprihatinkan karena problem tersebut meluas jadi permasalahan nasional sebab kontradiksi dengan Hukum Indonesia itu sendiri.  Jika tinjauh perkara yang dibicarakan dalam persoalan protes masyarakat adalah Keputusan Mahkamah Konstitusi pada Senin,23 Oktober 2023, MK menetapkan usia minimal capres -cawapres tetap 40 tahun. Namun, ketentuan ditambahkan dengan catatan warga yang belum berusia 40 tahun bisa menjadi capres/cawapres  jika berpengalaman menduduki jabatan public karena terpilih lewat pemilu. Maka dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi ini masyarakat menilai ada keputusan yang tidak sesuai berdasarkan aturan konstitusi itu sendiri. Sehingga menimbulkan penyimpangan social atas permasalahan putusan Wapres dan Cawapres. 

Perkara tersebut , MK mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang membuka peluang bagi Capres-Cawapres minimal berusia 40 tahun atau perna/sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pilkada maju dalam 2024. Bhawa  Legal Standing MK tidak memperhatikan Kode Etik karena Menurut Prof.Dr. Jimliy Asshiddiqie, S.H. Ketentuan ini menunjukkan bhawa Mahkamah Konstitusi adalah bagian dari kekuasaan Kehakiman yang menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaktub dalam Pasal 24 (1) UUD 1945. Dan Keudukan Mahkamah Konstitusi adalah Lembaga tertinggi (supreme body) yang seharusnya, memperhatikan Kode Etik sebagai acuan dalam putusan. 

Konstitusi yang berlaku harus bersifat normative closed, artinya kosntitusi hanya dapat diubah oleh badan yang berwenang dan dengan cara yang ditentukan oleh konstitusi,buku Mahkamah Konstitusi. ewenangan Mahkamah Konstitusi Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan Lembaga negara dan kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. 

Perkara Putusan MK ini menyebabkan protes masyarakat dan Mahasiswa kepada Kedukan MK sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara untuk memberikan putusan yang adil kepada masyarakat yang mempercayai hukum. Sebab ada indikasi kepentingan politik dinasti dalam keputusan yang diambil Mahkamah Konstitusi akan memicu berdampak pada kesenjangan social antar warga negagra Indonesia.  Dari Perspektif penulis sebagaimana Indonesia adalah Negara Hukum dan negara demokrasi maka seyogianya, memperhatikan asas-asas keputusan demi marwah Konstitusi Indonesia yang berkeadilan. 

Penulis adalah Mahasiswa Papua, lulusan Ilmu hukum.. 

Arinus Wamang,


Sabtu, 28 Oktober 2023.

Kamis, 03 Agustus 2023

PROBLEM HAK ASASI MANUSIA DI PAPUA PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL

 

 

 

Penulis : Arinus Wamang,S.H 

Problem Papua yang belum selesai di hadapan hukum nasional, disertai  masalah hak asasi manusia Papua. Sebab problem yang dialami orang asli Papua tidak bisa di atasi negara  sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Terutama menyangkut penegakkan hukum di Indonesia khususnya, Papua. Kasus HAM OAP bagian persoalan sejarah integrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 1963-1969 dalamnya, ditambah terjadi pepera. Masalah mendasar yang terjadi tanah Papua bagian perebutan kekuasaan hak politik dan ekonomi menyebabkan pelanggaran Hak Asasi Manusia yaitu, Abe berdarah,wasior berdarah,Paniai berdara, Nduga berdarah, Puncak Berdarah dll. Hampir seluruh wilayah terancam soal krisis  kemanusiaan, menyebabkan papua dikatakan pulau yang duhuni manusia tanpa perlindungan induknya. Karena tidak ada keadilan, hanya masalah diskriminasi,rasis dan perlakuan tidak adil yang merusak tatanan kehidupan orang asli Papua yang terus tumbuh subur.  

Walaupun dalam konstitusi kita ditegaskan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia seperti dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah’’ Kemuduan, penanganan kemanusiaan adalah tanggungjawab negara untuk melindungan kekerasan HAM secara sistemik di Papua. Dan mencari pelaku kejahatan kemanusiaan Tanggung jawab negara itu berfokus kepada kejahatan HAM berupa penyiksaan (torture), pembunuhan massal (genoside), penghilangan orang (disappearances), kejahatan perang (war crimes), dan/atau kejahatan atas kemanusiaan (crimes againts humanity),konstitusi Indonesia.

 Tetapi kenyataan dilapangan beda, penegakkan  hukum dan keadilan tidak diberikan bagi masyarakat akar rumput,sehingga dilihat tidak ada hukum yang hidup ditengah orang asli papua melainkan terjadi pembunuhan serta penyiksaan dijadikan makanan sehari-hari bagi orang asli papua. Di katakan tidak diberikan keadilan karena para penegak hukum melihat realita hanya sebela mata. Hukum justru berlaku bagi para pemodal, atau  penguasa itulah sebabnnya muncul pikiran orang asli papua bhawa tidak percaya terhadap hukum di Papua. 

Kebijakan penerapan Hukum bagi masyarakat Papua tidak efektif hanya diperalat, instrumen negara sebab penerapan dilakukan dengan pendekatan represif, serta kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM serta tidak diberikan hak-haknya sebagai warga negara yang sama di hadapan hukum. Akibat penegakkan hukum yang lemah, orang Papua tidak mengakui adanya hukum, karena tidak ada keadilan. Implementasi yang diterapkan di seluruh tanah Papua selama ini, melindungi produk-produk kapitalis yang mementingkan beberapa kaum pemodal.

Dengan tulisan ini penulis meninjau bhawa kedudukan hukum (legal standing) yang belum final bagi seluruh masyarakat Papua adalah bagian tugas negara sebagai pemegang kekuasaan. Untuk menyelesaikan persoalan Papua secara jujur, adil dan bertanggungjawab. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Indonesia adalah Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. 

 

 

 

 




Kamis, 19 Januari 2023

PENEGAKKAN HUKUM DI PAPUA DALAM SEPULUH TAHUN TERAKHIR



Penulis : Arinus Wamang

Artikel : Penegakkan hukum dan kelemahannya di Papua, dalam sepuluh tahun terakhir. 

Perkembangan hukum di negara kita Indonesia bhawa hukum menjadi suatu landasan berpikir yang dibentuk oleh negara untuk melindungi masyarakatnya, artinya unsur terpenting dalam negara hukum adalah adanya pengakuan terhadap asas (Equality before the law) Persamaan dihadapan hukum. Sehingga semua yang mengatur tentang hak hidup masyarakat pada umumnya dapat dipahami untuk dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai warga negara yang sama dihadapan hukum. Oleh sebab itu Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur semua aspek kehidupan masyarakat dari segi ekonomi, social dan politik. 

Untuk itu hukum diharapkan memberikan jaminan kelayakan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya, dan khususnya bagian Indonesia timur yaitu papua sebab dalam penegakkan hukum di Papua dari perspektif hukum belum menyatuh sehingga. Implementasi lebih akuntabel bagi masyarakat papua yang membutuhkan bantuan hukum hal ini, bagian mendorong upaya negara melihat papua dengan pendekatan yang berbeda. Dinamika yang dihadapi masyarakat Papua pada khususnya di beberapa decade ini persoalan yang sangat kompleks tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Diskriminasi, Rasisme yang tersistem dan terstruktur. 

Menganalisis beberapa persoalan baru-baru ini terjadi di Papua pada khususnya, lemahnya peneggakkan hukum  memicu polemic yang tak kunjung selesai, seakan-akan hak asasi manusia tidak dihargai. Adapun sebab dan akibat yang lagi mengorbankan masyarakat sipil di Puncak papua,Intanjaya dan Oksibil dll. Itu bisa dikatakan bhawa sepuluh tahun terakhir negara gagal dalam menyelesaikan persoalan Papua, sehingga negara perlu akhiri masalah Papua dengan pendekatan yang tepat sasaran.  


Upaya negara menjalankan hukum di Papua terlihat tidak efektif menyelesaikan akar masalah papua yang selama ini di tuntut orang asli papua termasuk, pelanggaran HAM,RASISME dan DISKRIMINASI,RASIAL. Maka jadinya, muncul berbagai indikasi yang merombak terjadinya konflik horizontal antar masyarakat papua itu lantaran masyarakat seakan-akan di jadikan objek oleh beberapa elit yang mencari panggung. 

Hal ini Lembaga Pengetahuan Indonesaia (LIPI) menyebut empat akar masalah yang menjadikan konfli di tanah Papua terus memanas. Empat akar persoalan itu hingga kini belum ditanggani secara serius oleh pemerintah. Permasalahannya yaitu; Marginalisasi masyarakat Papua, sejak orde baru masyarakat Papua mengalami ketidakadilan. Kedua, masalah pemerataan pembangunan, pemerataan dan kesejahtreraan, yang lebih banyak focus ke jawa. Permasalahan Status Politik Papua yang sementara tidak ada titik terang dalam jangak waktu yang lama, dan yang terakhir adalah permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Dilihat bhawa persoalan Papua Pemerintah tidak serius menangani permasalahan Papua akhrinya pemerintah pusat sering curiga ketika masyarakat Papua melakukan aksi langsung dicap separatis,KKB dll. Ini adalah stigma yang dibangun selama ini oleh penguasa  kepada orang asli papua. 

Sebab konflik yang terus berkepanjang selama sepuluh tahun terakhir itu sejak serangan di Nduga Papua akhir tahun 2018 dan unjuk rasa di Papua 2019. Hingga pendekatan keamanan terus dilakukan dengan pengiriman (TNI dan Polri) melawan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bertambhanya apparat keamanan di Papua jumlah korban terus meningkat dari masyarakat sipil,maupun keamanan, sengketa tersebut dimulai adanya historis tekait integrasi Irian Barat ke Indonesia kasus dan Pelanggaran Hak asasi manusia yang belum terselesai.

Jadi, semua permasalahan  di analisis kembali pada lemahanya penegakkan hukum di Indonesia khususnya di Papua sebab  Negara Indonesia sebagai negara hukum (Hukum sebagai Panglima tertinggi) seharusnya mempu menyelesaikan akar persoalan Papua. Salah satunya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia. Artinya, Hak Asasi Manusia yang melekat pada manusia wajid dihormati. Dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, dan setiap orang. 

Salah satu keberhasilan negara hukum adalah keberhasilan dalam menegakkan hukumnya, implementasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam undang-undang tersebut. Namun penegakkan hukum terhadap masyarakat ini masih lemah sehingga akhirnya masyarakat itu sendiri mengalami nasip buruk karena tidak diperhatikan baik. Norma-norma yang mengatur perilaku masyarakat tidak dijalankan secara akuntablitas justru sebaliknya, seharusnya kehadiran negara hukum menjadi garda untuk melindungi, dan memberikan solusi terbaik kepada masyarakat. 

Terima kasih.


Jumat, 20 Januari 2022.













Sabtu, 14 Januari 2023

JAGA BUDAYA DARI PERUBAHAN JAMAN




Penulis : Arinus Wamang

Artikel: Fiktif tentang budaya dan manusia Papua
              

Budaya Sebagai Identitas Orang Asli Papua. Ada nilai tersendiri dengan mengekspor dari budaya orang di pegunungan tengah Papua. Yang sering digunakan hiasan tersebut dalam acara-acara tertentu. Seperti acara hut, acara bakar batu (Barapen) dll. Nilainya juga tak terhingga berpotensi besar untuk berubah suasan, bagi beberapa golongan/Suku yang menggunakan hiasan tersebut. Oleh sebabnya nilai-nilai budaya itu terpenting untuk dijaga dan dirawat.  Namun tidak lupa untuk tetap mengekspor sebagai nilai tawar dalam persaingan di tingkat-tingkat yang berbeda. Karena budaya itu sendiri dirangkup lewat beberapa konsep tradisi orang gunung. Sehingga budaya itu berdampak bagi generasi selanjutnya. Oleh sebabnya, pentingnya menjaga nuansa yang sudah menyatu  serta menetap. Kehilangan budaya bagian menghancurkan masa depan. 

Oleh karena itu perlukan upaya kerja sama,  yang baik untuk mengangkat budaya klasik sebagai nilai tawar. Nilai yang dapat mewaris serta bertumbuh bersama generasi Papua di masa mendatang. Ditinjau  perkembangan budaya papua akhir-akhir ini juga semakin hilang akibat pengaruh budaya luar. Yang mendominasi ketahanan budaya papua, akhirnya berdampak meluas, mempengaruhi perilaku dan gaya hidup orang asli Papua.

Generasi Papua yang sedang  menghadapi tantangan jaman di Era Revolusi Industri 4.0.  (Reformasi Gigital). Yang terjerumus budaya luar  juga, semakin fanatik akhirnya hal itu mengikis budaya. Sebab tantangan terbesar masyarakat Papua hari ini yaitu, apakah siap menerima perubahan atau tidak!.  

Masyarakat dan budaya saling menyatuh semenjak perjalanan sejarah, pembentukan, golongan ras dan keluarga. Yang sementara ini terbentuk suku-suku yang mendiami di Papua.  

Perubahan masyarakat di masa transisi di beberapa dekade hingga sekarang yang dimana di akhiri neo politik awal menuju jaman logam.  Perlahan memberi konsekuensi munculnya masalah kesehatan suatu populasi.  Perubahan gaya hidup masyarakat papua yang muncul mengakibatkan stres.  

Mengakibatkan Keterseimbanga tempat tinggal, kondisi fisik, serta gaya hidup tidak sesuai dengan tradisi orang papua. Yang membuat merusak moralitas sebagai manusia yang utuh sehingga fungsi, yang berdimensi tidak bercorak pada peradaban orang papua itu sendiri. 

Ini semua terjadi dan akan terus terjadi akibat ketidaksesuaian antara budaya dan masyarakat Papua.  Ketika di uraikan antara gaya hidup dan bercocok pada budaya lokal orang papua. Sangat minim sebab secara psikologi dimatikan oleh perubahan jaman. Krisis identitas  berdampak meluas hingga ke akar-akar terbentuknya budaya Papua. 

Sehingga kesadaran tentang Budaya dan Manusia Papua ini, dibangun lewat cara-cara, edukasi yang selektif, infernal. Pada diskusi-diskusi melalui lembaga-lembaga independen. Supaya sesuatu yang disadari pada pengendalian manusia dan Peradaban itu terus dirumuskan. Dalam menghadapi tantangan jaman.

Budaya Papua sebagai Identitas Orang Asli Papua. Orang Papua punya banyak cara untuk mengembangkan budayanya masing-masing. Sebab nilai investigasi terbesar terkandung dalam nilai budaya.  Hanya kembali pada orang papua itu sendiri, ingin kembangkan budaya lewat cara apa. Jaga budaya dari perubahan jaman. 


Penulis adalah Mahasiswa Papua yang sementara sedang mengenyam Pendidikan di Jawa Timur. 

Ming, 15 Jan 2023.




PENDIDIKAN PAPUA TANTANGAN DAN SOLUSI

  Oleh : Arinus Wamang, S.H.  Pendidikan berperan sebagai arah tujuan bagi individu, masyarakat membimbing mereka menuju masa depan dengan j...