Pengikut

Sabtu, 24 September 2022

KASUS TEMBAK DAN MUTILASI 4 WARGA SIPIL NDUGA DI MIMIKA PAPUA


   

            Akhir-akhir ini Indonesia terjadi banyak kasus-Kasus terbaru yang berlapis-lapis semenjak disahkannya, Undang-Undang Otonomi Khusus dan Pemekaran Daerah Otonomi Baru DOB Bagi Papua. Termasuk kasus Brigadir J, yang  hampir masyarakat Indonesia berkomentar tentang kasus tersebut. Ditengah-tengah itu terjadi lagi kasus mutilasi 4 Warga Sipil Nduga pada 22 agustus 2022, di Kabupaten Mimika oleh Pihak Penegak Hukum sendiri yaitu, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Di tambah dengan pembunuhan secara tragis pada bulan yang bersamaan di kab Mapi secara tersruktur, dan sistematis.                                                                                 

Kasus yang ditinjau merupakan  Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan dengan rencana oleh Pihak tidak bertanggungjawab sehingga pelaku tersebut kena pidana KUHAP  Pasal 340 KUHP yang berbunyi “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Psl.338,339 dst.

              Pasal-pasal yang disebutkan merupakan tindakan penyidik yang telah melakukan pelanggaran HAM bagi 4 warga sipil dan dimutilasi di kabupaten mimika. Yang seharusnya diusut tuntas para pelakunya dan tidak diberikan toleransi.  Sebab permasalah mutilasi keluarga korban bhakan orang Papua menilai kebijakan negara sudah lewat batas. Apalagi perlakuannya dipotong-popotong seperti hewan mati, sehingga diminta. Proses hukum yang sedang berjalan dilakukan seadil-adilnya dari penegak hukum, untuk memberikan jaminan dan pertanggungjawaban kepada keluarga korban. 

Berdasarkan Undang-Undang Dasar tahun 1945 adalah landasan pemikiran Republik Indonesia RI  untuk mendirikan bangsa Indonesia dalam menyatuhkan kesejahtraan bagi setiap warga negaranya. Oleh karena itu, sebagai negara hukum wajid memberikan keadilan sesuai dengan perbuatan. Baik perbuatan kemanusiaan maupun perbuatan diskriminasi. 

Berdasarkan Undang-undang Dasar tahun 1945. Penegak hukum dengan tegas memberikan sanksi pidana sesuai dengan perbuatan terdakwa. Sebab pelaku kejahatan adalah TNI-AD, yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara tidak menusiawi.  

Pihak korban mutilasi 4 warga sipil nduga di kabupaten mimika. Meminta juga agar, proses ini di bawah ke pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Atau Pengadilan di lintas Kabupaten, sesuai dengan permintaan pihak korban.  Yang juga legal standing ketentuan Pasal 367 ayat (2) KUHP, tindak pidana pengancaman termasuk ke dalam delik aduan, di mana hanya dapat diproses di pengadilan atas adanya pengaduan. Maka, tanpa adanya pengaduan, tindak pidana pengancaman tidak dapat di proses di pengadilan. 

Dengan demikian, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Maka penegakkan hukum sesuai dengan perbuatannya. 







 

Kamis, 25 Agustus 2022

PENTINGNYA KESADARAN LITERASI PAPUA

 

                                                                          (Gambar Foto)

 

ABSTRAK

Berdasarkan pengalaman dan pemahaman tentang kemajuan literasi Papua sampai kini yang masih perhatian semua orang Papua sehingga penulis ingin mendeskripsikan kemajuan literasi dari berbagai sudut pandang.

Adapun edukasih hidup orang asli papua yang masih kontradiksi dengan kebudayaan luar sehingga memicu problem yang menggangu eksitensinya. Oleh karena itu pengamatan ini dikaji dari ha-hal pokok yang sering terjadi di tanah papua untuk meninjauh dengan cara pandang Papua dalam memajukan literasinya.

                 karena penulis sendiri melakukan percobaan agar kemajuan literasi harus didikung oleh semua elemen masyarakat, pemerintah dan pemimpin untuk sama-sama menyelamatkan generasi dan masa depan papua.

Kata kunci: Literasi Papua

 

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

 

Permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua tidak terlepas dari masalah Pendidikan karena ada korelasi yang sangat mengikat kemajuan kualitas literasi Papua, dirisli oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak november 2017 lalu. Sebab permasalahan HAM yang berdampak pada pendidikan memicu turunya Pendidikan Papua.

          Bhawa survei ini dilakukan untuk bagaimana memahami permasalahan Papua. Meninjauh kemajuan literasi dan perkembangannya, apa penyebab lajunya literasi papua yang sulit dikembangkan tersebut. Hal ini menjadi catatan-catatan juga bagi para kalayak bersama agar kesadaran tentang literasi dapat mengedepankan.

Pengembangan pendidikan yang rendah di papua mengalami penurunan sampai 14,33 persen hasil riset LIPI, oleh sebabnya berdampak pada kehidupan masyarakat papua. Modernisasi juga menggangu literasi akhirya kurang membaca dan menulis bagi kalangan generasi Papua akhir-akhir ini. 

Itu sebabnya pentingya memahami secara objektif realitas dari semua prespektif, baik kebudayaan, ekonomi dan sosial, guna mendorong orang asli papua memahami pengaru globalisasi lewat literasi. Dengan  permasalahan tersebut kesadaran tentang literasi di flow up bagi kalangan terdidik agar dibenahi lewat kegiatan-kegiatan yang dapat memajukan pendidikan lewat membaca dan menulis. 

 

PEMBAHASAN

Karakter Literasi Papua

Berpuluh-puluh tahun orang asli Papua hidup lama dalam imajinasi nasionalisme yaitu, adat-istiadat yang mengenyam pendidikan lewat rumah adatnya masing-masing di setiap suku, bahasa di papua. Sehingga sekolah budaya tersebut sudah menjadi darah daging orang asli Papua. Namun hal tersebut dapat mendukung orang Papua menyatuh akrab dengan lingkungannya agar filosofis kepapuaan terus bertumbuh kembang bersama alam Papua.

Artinya, Literasi Karakter Papua sudah dimiliki sejak lama oleh orang asli papua, jadi hanya upaya edukasi untuk pengembangkan minat membaca dan menulis ini sangat penting dikalangan Generasi Papua yang terus bertumbuh dalam organasis bhakan dunia kampus.

Karena hal tersebut akan berorientasi pada pengembangan kemajuan, sumber daya manusia papua untuk masa kini dan masa yang akan datang. Salah satu hal yang urgen adalah literasi berpola papua ini dalam bentuk karakter orang asli papua sendiri yang nantinya membangun sekolah jalan, lapak baca, kedai buku, baca gratis dll.

Akan tetapi penulis respect, bagi siapapun Generasi Papua yang memiliki kesadaran literasi sedang dan terus membangun literasi jalanan untuk bangun kesabaran kolektif orang asli Papua sampai kini. Apalagi di masa teknologi yang maju sekarang diperlukan kesadaran kolektif untuk kalangan-kalangan generasi saling topang untuk memberikan kontribusi Papua lewat literasi. 

Aset terbaik memajukan Papua adalah lewat literasi karena lewat membaca. Menemukan ide-ide brilian dengan itu supaya menyatukan ide,gagasan dan konsep yan akan, digunakan untuk membangun sumber daya manusia Papua ke depannya.

KESIMPULAN

Orang Asli Papua sebenarnya, cerdas secara filosifis kepapuaan hanya saja beberapa kendala yang membuat orang asli papua merasa ketidakadilan mendapat hak mereka. Salah satunya Pendidikan di Papua maka pentinya membangun kesadaran  literasi yang berkarakter Papua. Mengajak masyarakat berpikir kritis, analisis tentang persoalan Papua dari semua segi yang bertumbuh dalam ruang-ruang bebas. Karena disana daya pikir masyarakat bertumbuh, memahami realita lebih selektif. 

 

Penulis adalah mahasiswa Papua sementara mengenyam pendidikan di salah satu Universitas ternama di Jawa Timur Indonesia. 

Penulis : Arinus Wamang, 

Mahasiswa hukum

Universitas Merdeka

Malang 2022

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rabu, 29 Juni 2022

PREDIKSI SETELAH PENGESAHAN DAERAH OTONOMI BARU DI PAPUA

 

 

 

                              (Gambar foto kedai cangkir kopi)


Oleh : Arinus Wamang

Artikel : Prediksi setelah Pengesahan Daerah Otonomi Baru di Papua.

 

Tepat pada tanggal 30 Juni 2022 Jakarta, lewat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan Daerah Otonomi Baru di beberapa wilayah Papua. Antaranya, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Isu Nasional ini menjadi permasalahan sebab masyarakat akar rumput memahami kehadiran Daerah Otonomi Baru, dapat merugikan masyarakat adat. Dari berbagai dampak negative karena akar masalah Papua tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan lainya.  Pemerintah Pusat dan DPR RI, belum merealisasikan kebijakanya. Pemerintah Pusat seakan-akan mengabaikan dan menjadikan Wilayah Papua sebagai tempat merampas Sumber daya alamnya.

            Untuk kepentingan Penguasa negara sehingga masyarakat akar rumput merasa bhawa Pemerintah Pusat dalam hal ini, DPR RI seharusnya berpikir mempertibangkan Pengesahan DOB.  Sebab masalah Papua belum selesai dari berbagai segi pembangunan. Oleh karena itu kebijakan yang diambil supaya lewat pendekatan yang konprehensif serta menerapkan pola yang benar dan bijaksana untuk pemabangunan Papua. Sejak 51 tahun hingga kini, kaki tangan Pemerintah Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang hanya memandang Papua dalam prespektif sumber daya alam, sehingga sumber daya manusianya diabaikan.

Merujuk permasalahan tersebut bhawa Undang-Undang Otonomi Khusus yang ditetapkan tanpa keterlibatan perwakilan rakyat Papua oleh Pemerintah Pusat. Masyarakat Papua merasa negara tidak menghargai Petisi Rakyat Papua (PRP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP).  Karena intervensi hak-hak masyarakat di wilayah otonomnya sendiri. Maka prediksi Penulis setelah pengesahan DOB akan muncul berbagai konflik antar suku-suku di beberapa wilayah yang dimekarkan menjadi Provinsi Papua.

Penetapan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, didalamnya dilabeli Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) jadi kontradiksi bagi orang asli Papua yang pro, kontra soal  wilayah-wilayah yang mau dimekarkan. Permasalahan tersebut tentu menimbulkan stigma buruk bagi orang asli Papua bhawa Negara Republik Indonesia mengambil Kebijakan oleh DPR RI tidak ada transparansi, keterbukaan menderngar aspirasi rakyat Papua.

Oleh sebab itu dampak-dampak yang akan terjadi setelah adanya Pemekaran dan otonomi khusus yang penulis prediksi otomatis Orang Asli Papua disingkirkan, dimarjinalisasi, dikucilkan, diabaikan di atas tanah Papua. Dengan bukti selama otonomi khusus pertama berlaku belum ada kesejahtraan bagi masyarakat Papua Sabang sampai Merauke maka atas dasarnya orang asli papua menolak Daerah Otonomi Baru (DOB).

Adapun beberapa dasar hukum yang belum  di implementasikan adalah menjamian hak-hak masyarakat adat Papua dalam Undang-Undang otonomi Khusus BAB XI tentang Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 45 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian atas dasar ini mayarakat Papua berhak untuk mendapatkan keadilan di mata hukum, demi menjamin kehidupan orang Papua yang mandiri dan sejahtrah.

Negara Indonesia adalah negara hukum Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 maka yang memiliki tugas dan wewenang dapat menerapkan hukum secara professional lewat pendekatan budaya. Karena Penerapan hukum bagi Papua tidak bisa dipandang sebagai sebala mata, serta membuat  banyak narasi untuk kepentingan penguasa. Namun Penerapan hukum Papua sejatinya berpola Papua dengan berbagai sudut pandang  artinya membangun Papua bukan pendekatan makan minum. Bukan juga soal Pembangunan insfrastruktur dll, tetapi permasalahan harga diri dan Kemanusiaan Orang Asli Papua.  


-Kamis, 30 Juni 2022 Jawa Timur -Indonesia

             

PENDIDIKAN PAPUA TANTANGAN DAN SOLUSI

  Oleh : Arinus Wamang, S.H.  Pendidikan berperan sebagai arah tujuan bagi individu, masyarakat membimbing mereka menuju masa depan dengan j...